Perkembangan Etika Bisnis & Profesi di Indonesia
Berikut ini
adalah pembahasan tentang bagaimana perkermbangan terakhir dalam etika bisnis
dan profesi. Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat
pergaulan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang
benar dan mana yang buruk. Kata Etika sendiri berasal dari kata “ETHOS” dari
bangsa Yunani yang memiliki arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan
ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang didefinisikan oleh beberapa
ahli sebagai berikut
Drs. O.P Simorangkir
Etika
atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai
yang baik
Drs. Sidi. Gajalba dan
Sistematika filsafat
Etika
adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik
dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal
Drs. H. Burhanudin
Salam
Cabang
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku
manusia dalam hidupnya.
Profesi adalah
kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa
Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban
melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
Profesi adalah
pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta
proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan,
militer,teknikdan desainer
Seseorang yang
memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah
profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai
lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran
untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri
umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
A.1
Pergertian Etika
Etika
berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat
. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun pada suatu masyarakat
Etika
berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yg baik dan
segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain
atau dari satu generasi ke generasi yg lain. Etika mempelajari dan menentukan
apakah suatu tindakan bernilai baik atau buruk dan tindakan apayang seharusnya
dilakukan dengan benar atau tidak benar (salah).
Peranan
etika adalah sebagai tolok ukur kesadaran manusia untuk melakukan tindakan yang
bertanggung jawab sedangkan manfaat etika yaitu mengajak orang bersikap kritis,
rasional dan otonom menuju suasana tertib, damai dan sejahtera.
A.2
Pengertian etika = moralitas
Moralitas berasal dari kata Latin
Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Pengertian harfiah
dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana
manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan
dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang
ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah
kebiasaan.
A.2.1
Etika sebagai Filsafat Moral
Etika
sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan
siap pakai. Etika dapat dirumuskan
sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai
a.Nilai
dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia
b.Masalah
kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum
diterima
Etika
sebagai sebuah ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan rasional,
a.
Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan
dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang, atau
b.
Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan dengan
nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis
dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya
c.
Apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya memang harus bertindak
sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakatku ataukah justru sebaliknya saya
dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang bahkan melawan nilai dan norma
moral tertentu.
Etika
sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional.
Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk
memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba
Dalam
bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara
otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk
bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan.
A.2.2
Teori Etika
1. Etika Teleologi
Berasal
dari kata Yunani, telos = tujuan, yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua
aliran etika teleologi :
a.
Egoisme Etis
Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya.
Egoisme
ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu
ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
b.
Utilitarianisme
Berasal
dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut
bukan saja satu dua orang melainkan
masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam
rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan
terbesar dari jumlah orang yang terbesar. Teori ini cocok sekali dengan
pemikiran ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat
yang dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung
untung dan rugi atau kredit dan debet
dalam konteks bisnis
Utilitarianisme,
dibedakan menjadi dua macam :
a. Utilitarianisme Perbuatan (Act
Utilitarianism)
b. Utilitarianisme Aturan (Rule
Utilitarianism)
Prinsip
dasar utilitarianisme (manfaat terbesar
bagi jumlah orang terbesar) diterpakan pada perbuatan. Utilitarianisme
aturan membatasi diri pada justifikasi aturan-aturan moral.
2.
Deontologi
Istilah
deontologi berasal dari kata Yunani
‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu
harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab: ‘karena perbuatan pertama
menjadi kewajiban kita dan karena
perbuatan kedua dilarang’ yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah
kewajiban.
Pendekatan
deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah
satu teori etika yang terpenting.
Ada
tiga prinsip yg harus dipenuhi :
a.
Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban
b.Nilai
moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan
itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu
sudah dinilai baik
c.
Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya
dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal
Bagi
Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat (imperatif
kategoris), yg berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala
situasi dan tempat.
Perintah
Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya,
atau kalau akibat dari tindakan itu mrpk hal yg diinginkan dan dikehendaki oleh
orang tsb.
Perintah
Tak Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun,
yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi
orang tsb atau tidak.
3.
Teori Hak
Dalam
pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi
baik buruknya suatu perbuatan
atau perilaku.
Teori
Hak merupakan suatu aspek dari teori
deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua
sisi uang logam yang sama. Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena
itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4.
Teori Keutamaan (Virtue)
Berarti
memandang sikap atau akhlak seseorang.
Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah
hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh
keutamaan :
a. Kebijaksanaan
b. Keadilan
c. Suka bekerja keras
d. Hidup yang baik
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi
dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai
sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan
korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan
individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu
tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas
keputusan, tindakan dan karakter individual.
A.3
Pengertian Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dapat
ditarik kesimpulan bahwa ialah pengetahuan tentang cara ideal pengaturan dan
pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara
universal serta implementasi norma dan moralitas untuk menunjang maksud dan
tujuan kegiatan bisnis.
Perkembangan
Etika tersebut sudah melewati beberapa fase, yaitu :
A.
Etika Teologis
Pada
perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari
sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang
nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup
bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama
misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib,
monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah
diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan
masing-masing.
Bagi
agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu
juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan
mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama.
Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus
menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi
utama kenabian Muhammad saw.
B.
Etika Ontologis
Dalam
perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para
filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah. Karena filsafat manusia
sangat berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia
ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu
dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian
filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat
ontologis. Etika yang semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran
agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang
mempelajari sistem ajaran moral.
C.Etika
Positivist
Dalam
perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang
mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan
secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit
dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu
bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang
pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada
abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam
perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode
etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik.
Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan
ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan
Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode
Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik
kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika
PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan
publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat
proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba
saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada
itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
D.Etika
Fungsional Tertutup
Tahap
perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan
sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari
harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan
bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan
kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat
diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai
muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di
lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB
merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics
infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan
lembaga penegak kode etik.
Itu
juga sebabnya maka di Eropa, di Amerika, dan negara-negara lain di seluruh
penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu.
Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu dengan membentuk
Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan
Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk
Badan Kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud
membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan
Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
E.Etika
Fungsional Terbuka
Namun
demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini,
semua infra-struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut
di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem
peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya
sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai
masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu,
semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup
dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap
organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan
proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai
suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.
Etika
dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam
dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas
sendiri, pertama kali timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk
memahami perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode
B.
PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS
Berikut
perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1.
Situasi Dahulu
Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan
otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering
dibahas adalah corporate social responsibility.
3.Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
4.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis
sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut
European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global:
tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah
dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for
Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
C.
SASARAN DAN RUANG LINGKUP ETIKA BISNIS
1.
Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip , kondisi dan
masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik . Etika bisnis berfungsi
menggugah kesadaran moral pelaku bisnis agar berperilaku baik dalam menjalankan
usahanya demi nilai luhur tertentu (agama, budaya) dan demi kelanjutan
bisnisnya.
2. Menyadarkan masyarakat (stake holder)
yang terdiri dari konsumen (end user), karyawan , pemasok/mitra bisnis,
investor dan lingkungan (penduduk disekitar lokasi usaha ) akan hak mereka yang
tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis.
3. Menilai apakah sistem ekonomi disuatu
wilayah sesuai dengan etika bisnis apakah masih ada praktek monopoli,
oligopoli, money loundring, insider trading, black market, dll.
D.
FAKTOR PENDUKUNG IMPLEMENTASI ETIKA BISNIS
1.Adanya
kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh manajer atau peningkatan “Quality
of Work Life”.
2.
Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada perusahaan.
3.
Mulai diterapkan punishment yang tegas terhadap skandal bisnis oleh pengadilan.
4.
Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.
5.
Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.
6. Adanya transformasi organisasi dari
“transaction oriented” menjadi “relation oriented”.
E.
PRINSIP UMUM ETIKA BISNIS
1.
Otonomi = mandiri
Sikap
dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran dan bertanggung jawab (dalam bidang bisnis).
2. Kejujuran.
Menghindari
praktek bisnis curang.
3. Keadilan.
Setiap
orang diperlakukan sama dan adil sesuai kriteria rasional ,objektip dan
bertanggung jawab.
4. Manfaat bersama (mutual benefit
principle)
Dalam
persaingan bisnis tidak boleh terjadi upaya saling mematikan.
5. Integrita moratuntunan internal agar
tetap menjaga nama baik industri.
F.
ETOS BISNIS
Etos
bisnis merupakan suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis
yang dianut oleh satu perusahaan atau group usaha.
Penerapan
nilai atau norma bisnis yang lebih baik yang dianut oleh pebisnis untuk
meningkatkan image perusahaan dengan mengutamakan pelayanan prima dan produk
prima.
G.
PENDEKATAN STAKE HOLDER
Stake
holder terdiri dari semua pihak yang berkaitan dengan berdirinya suatu usaha
dan kelanjutan usahanya, yaitu: negara (penguasa sumber daya alam), pemerintah
(penguasa sumber daya manusia) dan komunitas (lingkungan hidup)
Negara
terdiri dari:
1. Kepala negara (presiden)
2. Kepala daerah (sultan/bupati/walikota)
Pemerintah
terdiri dari :
1. Pemerintah pusat (kabinet)
2. Pemerintah daerah dekonsentrasi
(gubernur)
3. Pemerintah daerah otonom (bupati ,
walikota)
Komunitas
terdiri dari :
1. Investor (share holder)
2. Manajemen (pebisnis)
3. Pekerja
4. Mitra usaha ( lembaga keuangan, konsultan
, pemasok distributor , agen dan pengecer
5. Pembeli (end user)
6. Penduduk disekitar lingkungan usaha
Bisnis
masa lalu lebih banyak mengutamakan pendekatan share holder yaitu kepentingan
utama sipemilik /penyandang dana daripada kepentingan stake holder.
Dalam
era globalisasi pebisnis dituntut untuk melakukan bisnis dengan mengutamakan
etika bisnis yaitu menjalankan suatu usaha yang saling bermanfaat bagi semua
pihak yang terkait dalam bisnisnya
H.
MORAL DAN EKTIKA DALAM DUNIA BISNIS
H.1
Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan
dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan
diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah
perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin “kabur” (borderless
word). Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk
mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk
mendapatkan kesempatan dan keuntungan, memaksa orang untuk menghalakan segala
cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan
kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu
serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang
saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh
pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya
dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh
tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi
etika bisnis kita. Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada
saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan
beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara
golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat
diwujudkan ?
Berbicara
tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya,
artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran
serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama
mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam
kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah jelas
merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua
belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur
dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh
kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang
erat saling menguntungkan.
Moral
dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin
tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini
dibicarakan?
Isu
yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi
dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadi suatu rimba modern
yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal
33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah
terwujud.
Moral
lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama
telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat
dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki
moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral
dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule)
yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri
seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus
mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
H.2
Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila
moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika
bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela
dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang
seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat
akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang
terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di
dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam
kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Dunia bisnis, yang tidak
ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai
kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk
mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua
pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan
hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak
kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak
mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi,
jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya
kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah:
1. Pengendalian diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial
(social responsibility).
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah
untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian
bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat.
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan”.
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini
jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak
yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk
berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan”
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu
semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika
etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang
dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Hal
ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
“proteksi” terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan
tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah
dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan
adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah
satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
Alasan perlunya etika dalam bisnis:
1. Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari
kinerja manajerial / finansial saja tetapi juga berkaitan dengan komitmen
moral, integritas moral, pelayanan, jaminan mutu dan tanggung jawab sosial.
2. Dengan persaingan yang ketat, pelaku
bisnis sadar bahwa konsumen adalah raja sehingga perusahaan harus bisa merebut
dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
3. Perusahaan semakin menyadari bahwa
karyawan bukanlah tenaga kerja yang siap untuk dieksploitasi untuk mendapatkan
keuntungan semaksimnal mungkin. Karyawan adalah subyek utama yang menentukan
keberlangsungan bisnis sehingga harus dijaga dan dipertahankan.
4. Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak
merugikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnis.
I.TANTANGAN
MANAJER DALAM DUNIA BISNIS
Di-
era demokratisasi usaha, seorang dewasa berhak untuk memilih upaya mendapatkan
biaya hidup keluarga dengan memilih profesi sebagai pekerja, pekerja mandiri,
pebisnis atau investor.
Seorang
manajer dikwalifikasikan sebagai pebisnis yaitu seorang yang menjual kemampuan
manajerial (kemampuan memimpin perusahaan) dengan memperoleh imbal jasa berupa
“manajemen fee”.
Tantangan
yang dihadapi oleh majemen perusahaan dapat berupa intrik politik, persaingan
tidak sehat maupun kehilangan kepercayaan stake holder.
Konsep
risk manajemen digunakan untuk menanggulangi resiko usaha sedangkan konsep
etika bisnis digunakan untuk meningkatkan image perusahaan.
Suatu
kontrak hanya akan tidak bermasalah apabila:
1.Pihak
pihak mampu secara sadar bertindak secara bertanggung jawab dan bebas dalam
pengambilan langkah langkah yang dianggap tepat : mandiri
2.
Pihak pihak telah dewasa dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya secara
mandiri dan taat kepada norma moral dan etika = sopan
3.Hak
dan kewajiban pihak pihak seimbang = adil
4.
Didasari kesungguhan , keterbukaan dan kejujuran = baik
5. Didasari itikad baik dan hubungan yang serasi
= santun
· Etika
Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap
profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan
publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu
tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional
bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia.
Dalam
kongresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan
kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres
IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi
nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan
publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang
menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi.
Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas
laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar
auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik
untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam
profesi akuntan publik.
· Isu
Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis dan Profesi
Perbedaan
kepentingan adalah situasi dimana seseorang kemungkinan tidak dapat menentukan
point bahwa ia mungkin akan termotivasi untuk melakukan suatu tindakan dengan
kepentingan berbeda dengan kepentingan yang seharusnya mereka lakukan. Terdapat
beberapa tipe dari perbedaan kepentingan, seperti kenyataan, potensi, atau
khayalan. Perbedaan kepentingan yang sesungguhnya ketika mengambil suatu
motivasi untuk melakukan aktivitas yang tidak benar. Konflik perbedaan
kepentingan potensial adalah situasi yang ada ketika terdapat kesempatan untuk
suatu keuntungan menjadi bujukan untuk melakukan tindakan mendapatkan
keuntungan lain. Perbedaan kepentingan imaginary/ khayalan adalah figment
imajinasi seseorang.
Dunia
kerja memang menyimpan banyak sisi, secara positif orang memang menaruh harapan
dari dunia kerja yaitu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Namun tuntutan
pekerjaan pun bila tidak dihadapi dengan baik dapat membawa tekanan bagi
pekerja sendiri. Menyikapi hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan fenomena
maraknya kegiatan eksekutif bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka
mengikuti aktivitas keagamaan seperti tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya
untuk mengkaji dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur yang selama ini kerap
hilang dari dunia kerja.
Etika dalam profesionalisme bisnis.
Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung
jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam
dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari
kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu
output sehingga insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang
asal-asalan.
Dalam
pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah
untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang
mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang
dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam
cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk
kejahatan kerah putih .
Adapun
beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan
berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1. Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang
ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor,
bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak
dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak
konsumen.
2. Etika Hubungan dengan Karyawan
Di
dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan
atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan,
Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3. Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan
dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan
harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi,
lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi.
Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang
dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber
daya alam.
Kesimpulan
:
Etika
berhubungan dengan tingkah laku manusia berupa adat istiadat, nilai, tata cara
yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan
Profesi suatu pekerjaan yang dibutuhkannya pelatihan dan keahlian khusus
dibidangnya. Terdapat 5 perkembangan etika yaitu: Situasi dulu,Masa Peralihan,
Etika bisnis lahir di Australia, Etika bisnis meluas di eropa, Etika bisnis meluas
menjadi fenomena global.
pada dasarnya segala sesuatu itu memang harus ada etikanya...
BalasHapushttp://tokoonlineobat.com/obat-penyakit-glaukoma-alami/